Kamis, 09 Juni 2011

Hukum Membuat Sutrah



Definisi dan Urgensi (Pentingnya) Sutrah

Salat merupakan tiangnya agama. Sebagaimana sifat dan fungsi dari sebuah tiang, maka tiada bangunan yang kokoh tanpa eksistensi dari tiang itu sendiri. kekokohan sebuah bangunan dilihat dari kualitas penyangganya. Bila tiang sebagai penyangga bangunan tersebut keropos, dan tampak miring, tiada seorangpun yang akan mengatakan bangunan tersebut aman untuk dimasuki dan digunakan.

Salat juga merupakan salah satu amalan yang akan dihisab pertama kali di yaumil hisab nanti. Apabila beres (sesuai dengan yang diinstruksikan nabi) salatnya, maka beres pula amalan seluruhnya. Karena hakikat dari salat itu sendiri adalah sebagai barometer segala perilaku manusia di dunia. Adapun banyak orang yang terlihat sering melakukan salat sebagaimana seringnya dia korupsi, mengurangi timbangan (dalam berdagang), berzina, dan lain sebagainya. Maka perlu ditinjau ulang kembali salat orang tersebut. Mungkin saja ada sesuatu yang tidak beres dalam salatnya tersebut; entah kaifiyyah-nya, maupun niatnya.

Tidak sedikit versi yang diajarkan oleh guru-guru kita mengenai tata cara (kaifiyyat) salat nabi. Bahkan para imam yang dijadikan panutan (mazhab) pun banyak berbeda pandangan tentang urusan yang satu ini. Akan tetapi, tetap saja perbedaan tersebut merupakan perbedaan yang didasari oleh rujukan yang satu; hadits nabi. Terlepas dari kemudian ilmu mengalami perkembangan yang mengakibatkan munculnya hukum-hukum yang baru mengenai derajat sebuah hadits.

Namun, ditengah praktik ibadah yang banyak diperdebatkan-sekaligus dikerjakan-oleh kaum muslimin ini, masalah sutrah kadang terlupakan. Entah karena dianggap tidak penting, atau memang karena belum sempat mengetahui perihal sutrah itu sendiri, yang jelas tidak sedikit dari kita selaku umat muslim ternyata mengabaikan perintah yang satu ini.

Sutrah (سُتْرَة), adalah sesuatu yang dijadikan batas depan tempat orang yang sedang mengerjakan salat. Fungsi dari sutrah itu sendiri agar ada batas yang membedakan antara tempat yang boleh dilewati dengan yang tidak. Selain dari itu, sutrah juga berfunsi sebagai untuk mencegah orang lain lewat di depan seseorang yang sedang salat, karena dikhawatirkan akan mengganggu kekhusukan mushallin (orang yang salat), dan merusak salat orang tersebut.


Nabi Muhammad Saw. pun menjadikan sutrah sebagai salah satu prasyarat bagi orang yang akan mengerjakan salat. Beliau bersabda dalam haditsnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh beberapa perawi seperti Ahmad, ibnu Majah, dan dishahihkan oleh ibnu Hibban.

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ أَبِي مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حُرَيْثٍ الْعُذْرِيِّ قَالَ مَرَّةً عَنْ أَبِي عَمْرِو بْنِ مُحَمَّدِ بْنِحُرَيْثٍ عَنْ جَدِّهِ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا فَإِنْلَمْ يَجِدْ شَيْئًا فَلْيَنْصِبْ عَصًا فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ عَصًا فَلْيَخُطَّ خَطًّا وَلَا يَضُرُّهُ مَا مَرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
Aku mendengar (yaitu huraits) Abi Hurairah beliau berkata: telah bersabda Abu al-Qasim ra: “Jika salah seorang di antara kamu salat hendaklah ia menyimpan sesuatu di depannya. Jika tidak ada, hendaklah ia menancapkan tongkat, jika tidak ada, hendaklah ia membuat garis. Dan yang lewat di hadapannya tidak merusaknya (merusak salatnya).”[1]

Kata-kata yadhurruhu menandakan adanya sutrah menjadi sangat penting keberadaannya. Karena dharra, yang merupakan fi’il madhi (kata kerja lampau) dari yadhurru yang arti asalnya “rusak”, menunjukkan bahwa ketika seorang sedang salat sedangkan dia tidak menentukan – atau menentukan – sutrah kemudian orang lewat di depannya (di dalam sutrahnya), salatnya menjadi rusak. Dengan lain perkataan, berkurang kualitasnya, cacat, atau bahkan ada yang mengatakan batal.

Dalam suatu kaidah dikatakan bahwa kemadharatan itu harus dihilangkan. Maka adanya sutrah di dalam salat, bisa dikatakan wajib. Kewajiban ini bukan tanpa alasan, mengingat untuk menunjukkan betapa pentingnya sutrah, nabi hingga memerintahkan untuk membuatnya dengan alat apapun, selama bisa dijadikan tanda sebagai batas salat (sutrah).

Pada salah satu hadisnya Rasulullah bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سُتْرَةِ الْمُصَلِّي فَقَالَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ
Dari ‘Aisyah ra bahwasanya beliau berkata, Rasulullah Saw pernah ditanya tentang sutrahorang yang salat. Maka beliau bersabda: Seperti kayu sandaran pada kendaraan (unta).[2]

Alat-Alat yang Bisa Dipakai Untuk Sutrah dan Penyerupaan Orang yang Lewat di DepanSutrah Dengan Syaithan
Pada zaman yang sudah serba modern sekarang ini, rasa-rasanya tidak sulit untuk membuatsutrah salat, pasalnya sajadah yang selama ini dipergunakan oleh kaum muslimin untuk tempat sujudnya dapat digunakan pula sebagai sutrah. Dan di banyak masjid pun kini tampak garis di lantai yang sering kita sebut sebagai garis shaf. Di garis itulah terdapat sutrah.

Lalu sebenarnya apa konsekuensi (akibat) bagi orang yang melewati sutrah orang yang sedang salat? Orang yang melewati, atau berjalan di depan orang yang sedang salat padahal dia telah menentukan sutrah (batas dengan garis, sajadah, tongkat, pulpen, dan lain sebagainya) diklaim oleh Rasulullah sebagai orang yang bersama dengan (memiliki sifat) setan. Rasulullah menerangkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ فَإِنْ أَبَىفَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ
Dari ‘Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Jika salah seorang di antara kamu sedang salat, janganlah ia membiarkan seseorang lewat di hadapannya. Jika orang itu tidak mau dicegah, lawanlah karena ia itu bersama syaithan.[3]

Dengan sangat jelas Rasul memerintahkan kepada yang sedang salat untuk tidak membiarkan orang lain lewat di depannya ketika dia sedang salat.  Akan tetapi selama orang yang lewat itu berada di luar wilayah garis, sajadah, atau sutrah, maka diperbolehkan. Jika ada orang yang tetap ngotot untuk lewat, maka seorang yang sedang salat wajib menahannya dengan cara apa pun. Biasanya dengan menjulurkan tangan ke arah orang yang hendak melewati sutrah tersebut.

Ancaman Rasulullah Bagi Orang yang Melanggar Sutrah

Tiap hukum yang ditetapkan pastilah memiliki konsekuensi bagi yang melanggarnya. Konsekuensi ini berfungsi agar seorang hamba tidak main-main dengan hukum yang jelas-jelas telah ditetapkan. Karena hukum ada bukanlah untuk dilanggar tetapi untuk dipatuhi. Bagi mereka yang mematuhinya tentu Allah akan siapkan balasan baginya, di dunia maupun akhirat. Dan sebaliknya, bagi siapa pun yang melanggarnya, maka hanya Allah yang tahu berat dan pedihnya siksaan yang menanti orang tersebut.

Jikalau seseorang mengetahui betapa salat merupakan proses ibadah yang penting, karena ketika seorang salat berarti dia tengah membangun komunikasi dengan Allah, maka sudah sepantasnya dia memperhatikan hal-hal yang kecil sekalipun demi sempurnanya salat yang didirikannya. Membuat sutrah meski terlihat sepele ternyata menyimpan konsekuensi hukum yang besar bagi yang melanggarnya. Jika seorang yang salat kemudian tidak membuat sutrahyang menyebabkan orang melewati dirinya, maka konsekuensi hukumnya adalah salatnya akan rusak. Selain itu, dirinya berdosa karena membiarkan orang lain dengan bebasnya merusak salatnya, tanpa adanya sutrah.

Kemudian bagi yang melewati orang yang sedang salat, baik yang salat itu tidak membuat apalagi jika dia membuat sutrah, maka sungguh telah ada sifat-sifat setan (الْقَرِينَ) dalam dirinya. Dan Rasul mengancamnya dengan mengatakan bahwa dia (orang yang lewat di hadapan orang yang sedang salat) termasuk golongan orang yang terkena pada dosa yang besar.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّبَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ أَبُو النَّضْرِ لَا أَدْرِي أَقَالَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً
Rasulullah Saw bersabda: “Sekiranya orang yang lewat di hadapan orang yang sedang salat mengetahui betapa besar dosanya, pastilah berhenti empat puluh (beberapa lama di situ) lebih baik baginya daripada lewat di hadapannya.”[4]

Dalam hadis itu Rasulullah tidak mengatakan sebesar apa dosa orang yang lewat di hadapan yang salat. Hal ini mengindikasikan bahwa dosanya sungguh sangat sulit untuk dibayangkan. Hingga jika manusia tahu besarnya dosa itu dia tidak akan berani melangkahkan kakinya barang satu langkah pun untuk mendekati orang yang sedang salat karena takut mengganggunya.

Akan tetapi, para ulama bersepakat bahwa ada satu situasi di mana seseorang dibolehkan untuk lewat di hadapan orang yang sedang salat, yakni ketika di Masjidil Haram. Hal tersebut karena kondisi di sana tidak memungkinkan seseorang menunggu selesainya salat. Untuk kasus tersebut ada al-istitsnaaiyyah al-hukmu (pengkhususan hukum).

Semoga kita bisa memahami betapa Rasulullah sangat mencintai kita selaku umatnya dengan memberikan peringatan agar kita terhindar dari murka Allah dan dosa yang akan menyeret kita kepadanya. Semua yang diberitakan oleh nabi semata-mata adalah wujud kasih sayang beliau agar kita dapat berkumpul dengan beliau di surga kelak. Dan untuk tujuan itulah, kiranya tidak berlebihan jika kita mengikuti anjuran Rasul. Minimal dalam hal-hal yang kecil seperti membuat sutrah dan tidak melewati orang yang sedang salat.*



[1] Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud, ibnu Majah, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
[2] Hadis riwayat Imam Muslim, lihat pula pada Musnad Abi Ya’la juz 8: 45 no. 4561.
[3] Hadis Shahih Muslim 1: 363, riwayatkan pula oleh Ibnu Majah, juz 1: 367 no hadis 955, Ahmad ibnu Hanbal juz 2: 86 no. 5585. lihat pula dalam Shahih Ibnu Hibban juz 6: 134, dan Musnad Abi ‘Awwanah juz 1: 383 no. 1387.
[4] Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam sahihnya juz 1: 191, no hadis 488; Muslim 1: 363, no. 506; at-Tirmidzi 2: 159, no. 336; Abi Daud 1: 186, no. 701; an-Nasai 2: 66, no. 756; Imam Malik dalam al-Muwaththa’ 1: 154 no. 362.

0 komentar:

Posting Komentar